Birokrasi yang sempurna mungkin tidak pernah bisa diwujudkan,
tidak ada satupun organisasi empiris yang memiliki struktur yang sama
persis dengan konstruksi ilmiah. Model tipe birokrasi yang ideal sebenarnya
bukanlah satu skema konseptual semata, tidak hanya mencakup definisi-definisi
konsep, tetapi tentang hubungan pelayanan yang diberikan pemerintah terhadap
masyarakat itu secara khusus sehingga birokrasi mendorong efisiensi
administrasi.
Birokrasi di Indonesia memiliki posisi dan peran yang sangat
strategis. Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai
dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian,
masyarakat tidak bisa menghindar dari birokrasi. Ketergantungan masyarakat
sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar. Ditinjau dari aspek
kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah
masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang
cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi,
inilah yang menyebabkan terjadinya penyakit birokrasi ini. Seperti Suap menyuap
para pegawai pemerintah.
Di Indonesia yang notabene masih dalam tahap reformasi birokrasi
terbilang belum sangat baik menjalankan birokrasi tersebut. Karena penyakit
birokrasi saat ini sudah mencapai tingkat yang paling akut. Kalau disamakan
dengan penyakit, itu sudah penyakit kangker stadium paling tinggi dan sudah
saatnya harus dioperasi untuk penyembuhannya.
Parahnya sistem birokrasi ini, dilihat dari fakta di lapangan,
aroma suap menyuap masih kental pada instansi pemerintah. Belum lagi, budaya
PNS yang tidak profesional sudah mendarah daging sehingga sulit mengubahnya. Birokrasi
di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu: Buruknya
pelayanan public, Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS, Sulitnya
pelaksanaan koordinasi antar instansi, Tingginya biaya yang dibebankan untuk
pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal
cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu
layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Meski sudah akut, namun masih ada jalan untuk memperbaikinya.
Salah satunya adalah dengan membuat aturan ketat agar celah penyimpangan bisa
diatasi. Disertai pelaksanaan yang baik
oleh pegawai agar dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas birokrasi.
Dilihat dari kondisi yang menumbuhkan birokratisasi dari segi structural
disebutkan bahwa terkadang perlu adanya hubungan-hubungan informal dalam
organisasi. Menurut penulis itu sangat baik sekali dalam membantu jalannya
birokrasi.
Ada banyak bukti yang mengatakan hubungan-hubungan informal dalam
praktek-praktek tak resmi sering memberi konstribusi terhadap efesiensi. Terkadang
organisasi eksternal yang mendukung justru kuat dalam membantu tim utama dalam
organisasi, karena mereka tidak terlalu terjebak dengan kerja-kerja institusi
tapi lebih kepada kerja professional.
Seperti KPK misalnya perannya dalam pemberantasan korupsi, ketika
organisasi formal pemberantasan korupsi dan penegakan tidak mampu bekerja secara
baik, bahkan relative kehilangan kekuatan yang dibuat tidak berdaya seperti
Kejaksaan, Polisi, oleh para mafia. Muncul KPK sebagai lembaga Negara yang
dinamakan Komisi Pemberantasan Korupsi, justru kerja KPK lebih efisein
dibandingkan dengan organisasi formal selama ini Kejaksaan dan kepolisian
misalnya.
Namun dalam masyarakat modern ini persoalan birokrasi juga belum
selesai, tetap masih banyak patologi-patologi birokrasi dalam perjalanannya,
artinya adalah sudah habis teori dibedah dan menganalisis kenapa birokrasi
membutuhkan waktu yang lama, tidak efesiensi, tidak akuntabil, dan berbelit
belit, membutuhkan biaya yang mahal. Persoalannya menurut saya bukan salah
teorinya tetapi lebih kepada individu-individu yang menjalankan birokrasi itu
sendiri, bahkan tidak jarang para mafia memanfaatkan yang namanya uang pelicin
untuk memudahkan dan melancarkan pelayanan khusus kepada orang yang mampu
memberi banyak uang kepada petugas, kenapa ini bisa terjadi? Kondisi
struktural budaya masyarakat itu mencerminkan bagaimana mereka melayani dalam
urusan birokrasi yang berlaku sama antara pelayanan si miskin dengan si kaya. Dan
ada ungkapan yang mengatakan apabila uang banyak maka pelayanan akan cepat,
namun apabila tidak ada uang ya mau tidak mau pelayanan akan lama. Semoga saja,
birokrasi di era modern ini ada solusi, masyarakat tidak lagi harus terbelenggu
dengan sistem birokrasi kita yang terbilang ribet bukan hanya soal
administrasinya namun juga soal biayanya.
(Tugas Analisa Mata Kuliah Birokrasi Indonesia, Dosen: Drs. H.
Mukhlis)
Semoga bermanfaat
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar