Berbagi Ilmu
Sekedar Ingin Berbagi Pengalaman dan Cerita :)
Rabu, 26 September 2012
Minggu, 03 Juni 2012
Kuliah Kerja Nyata (KKN)
KKN (Kuliah Kerja Nyata)
Tiba-tiba teringat dengan foto IP A 2 tahun lalu ini, waktu ini kalo tidak salah masih semester 3 ya..
Tidak terasa sekarang udah dipenghujung semester 6, satu persatu teman seperjuangan dalam foto diatas gugur satu persatu (ada yg berhenti, ada yang sudah kerja, lalu banyak yang ketinggalan di semester bawah ) hahaa... namun masih banyak juga yang semangat untk dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu, termasuk aku.. hehee...
Sehabis UAS ini, tepatnya tanggal 14 Juni 2012 kami akan melaksanakan KKN. KKN tahun ini ada dalam 2 wilayah kabupaten. Untuk mahasiswa Pagi di Kabupaten Lingga sedangkan untuk Mahasiswa Sore yang notabene sudah bekerja di Kabupaten Bintan dan KKN dilaksanakan Sabtu dan Minggu selama 3 bulan. Sedangkan kami Mahasiswa yang memilih di Kabupaten Lingga tepatnya di Daik, KKN dilaksanakan selama 1 Bulan di Desa-Desa Terpencil.
Dikarenakan Kampus kami hanya memiliki 3 Jurusan yaitu Ilmu Pemerintahan, Ilmu Administrasi Negara dan Sosiologi, maka 1 Kelompok KKN diacak dari 3 jurusan tersebut. 1 Kelompok terdiri dari 10 - 11 Orang. Dalam Kelompok yang terdiri dari beberapa jurusan yang notabene belum saling kenal, kami diharuskan untuk kompak dan akur menjalankan aktivitas KKN selama sebulan di desa tersebut. Semoga saja disana kami aman-aman saja, dan dapat diterima masyarakat desa.. aminnn... :)
Sabtu, 12 Mei 2012
Birokrasi Indonesia
Birokrasi yang sempurna mungkin tidak pernah bisa diwujudkan,
tidak ada satupun organisasi empiris yang memiliki struktur yang sama
persis dengan konstruksi ilmiah. Model tipe birokrasi yang ideal sebenarnya
bukanlah satu skema konseptual semata, tidak hanya mencakup definisi-definisi
konsep, tetapi tentang hubungan pelayanan yang diberikan pemerintah terhadap
masyarakat itu secara khusus sehingga birokrasi mendorong efisiensi
administrasi.
Birokrasi di Indonesia memiliki posisi dan peran yang sangat
strategis. Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai
dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian,
masyarakat tidak bisa menghindar dari birokrasi. Ketergantungan masyarakat
sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar. Ditinjau dari aspek
kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah
masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang
cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi,
inilah yang menyebabkan terjadinya penyakit birokrasi ini. Seperti Suap menyuap
para pegawai pemerintah.
Di Indonesia yang notabene masih dalam tahap reformasi birokrasi
terbilang belum sangat baik menjalankan birokrasi tersebut. Karena penyakit
birokrasi saat ini sudah mencapai tingkat yang paling akut. Kalau disamakan
dengan penyakit, itu sudah penyakit kangker stadium paling tinggi dan sudah
saatnya harus dioperasi untuk penyembuhannya.
Parahnya sistem birokrasi ini, dilihat dari fakta di lapangan,
aroma suap menyuap masih kental pada instansi pemerintah. Belum lagi, budaya
PNS yang tidak profesional sudah mendarah daging sehingga sulit mengubahnya. Birokrasi
di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu: Buruknya
pelayanan public, Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS, Sulitnya
pelaksanaan koordinasi antar instansi, Tingginya biaya yang dibebankan untuk
pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal
cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu
layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Meski sudah akut, namun masih ada jalan untuk memperbaikinya.
Salah satunya adalah dengan membuat aturan ketat agar celah penyimpangan bisa
diatasi. Disertai pelaksanaan yang baik
oleh pegawai agar dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas birokrasi.
Dilihat dari kondisi yang menumbuhkan birokratisasi dari segi structural
disebutkan bahwa terkadang perlu adanya hubungan-hubungan informal dalam
organisasi. Menurut penulis itu sangat baik sekali dalam membantu jalannya
birokrasi.
Ada banyak bukti yang mengatakan hubungan-hubungan informal dalam
praktek-praktek tak resmi sering memberi konstribusi terhadap efesiensi. Terkadang
organisasi eksternal yang mendukung justru kuat dalam membantu tim utama dalam
organisasi, karena mereka tidak terlalu terjebak dengan kerja-kerja institusi
tapi lebih kepada kerja professional.
Seperti KPK misalnya perannya dalam pemberantasan korupsi, ketika
organisasi formal pemberantasan korupsi dan penegakan tidak mampu bekerja secara
baik, bahkan relative kehilangan kekuatan yang dibuat tidak berdaya seperti
Kejaksaan, Polisi, oleh para mafia. Muncul KPK sebagai lembaga Negara yang
dinamakan Komisi Pemberantasan Korupsi, justru kerja KPK lebih efisein
dibandingkan dengan organisasi formal selama ini Kejaksaan dan kepolisian
misalnya.
Namun dalam masyarakat modern ini persoalan birokrasi juga belum
selesai, tetap masih banyak patologi-patologi birokrasi dalam perjalanannya,
artinya adalah sudah habis teori dibedah dan menganalisis kenapa birokrasi
membutuhkan waktu yang lama, tidak efesiensi, tidak akuntabil, dan berbelit
belit, membutuhkan biaya yang mahal. Persoalannya menurut saya bukan salah
teorinya tetapi lebih kepada individu-individu yang menjalankan birokrasi itu
sendiri, bahkan tidak jarang para mafia memanfaatkan yang namanya uang pelicin
untuk memudahkan dan melancarkan pelayanan khusus kepada orang yang mampu
memberi banyak uang kepada petugas, kenapa ini bisa terjadi? Kondisi
struktural budaya masyarakat itu mencerminkan bagaimana mereka melayani dalam
urusan birokrasi yang berlaku sama antara pelayanan si miskin dengan si kaya. Dan
ada ungkapan yang mengatakan apabila uang banyak maka pelayanan akan cepat,
namun apabila tidak ada uang ya mau tidak mau pelayanan akan lama. Semoga saja,
birokrasi di era modern ini ada solusi, masyarakat tidak lagi harus terbelenggu
dengan sistem birokrasi kita yang terbilang ribet bukan hanya soal
administrasinya namun juga soal biayanya.
(Tugas Analisa Mata Kuliah Birokrasi Indonesia, Dosen: Drs. H.
Mukhlis)
Semoga bermanfaat
:)
Rabu, 09 Mei 2012
Partai Politik
A. Sejarah Partai Politik di Indonesia
Perkembangan
partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode
perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan
masing-masing, yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan
masa merdeka.
Ø
Masa
penjajahan Belanda
Pada tahun
1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional,
Perhimpunan Pegawai Bestuur
Bumi-Putera, dan Indonesische
Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai
Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite
Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia
(GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia
(MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik - partai politik
yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
Masa ini
disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu
Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa
itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan
Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat
Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional
untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran
partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasinal
untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan
Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada
tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional
di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi
Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah
pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar
dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI
(Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI
(Majelis Islamil Alaa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang
beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia)
yang merupakan gabungan organisasi buruh.
Ø
Masa
pendudukan Jepang
Pada masa
ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi
kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang
sosial.
Ø
Masa Merdeka
(mulai 1945).
Beberapa
bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk
mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik
Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu
1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI.
Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai
politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata
tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan
baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program
kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula.
Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili
masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa
demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di
pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal
dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan
PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan
peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu
Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih
leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini
adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar).
Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti
oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia)
serta PNI.
Pada tahun
1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai
politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti
bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI,
Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan
terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah
gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim
Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai ekmabli terjadi di Indonesia.
Dan terus berlanjut hingga pemilu 2004 nanti.
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa
merdeka adalah:
1.
Maklumat X Wakil Presiden Muhammad
Hatta (1955)
2.
Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun
1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan
Kepartaian
3.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960
tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran
Partai-Partai
4.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golongan Karya
5.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
6.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999
tentang Partai Politik
7.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik
8.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik (berlaku saat ini)
B. TUJUAN PARTAI POLITIK
Adapun tujuan partai politik menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Pasal 10
yaitu:
Tujuan umum Partai Politik adalah:
1.Mewujudkan cita-cita nasional
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.Menjaga dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
3.Mengembangkan kehidupan demokrasi
berdasarkan Pancasila dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
4.
Mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia
Tujuan
khusus Partai Politik adalah:
1. Meningkatkan partisipasi politik
anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintahan
2. Memperjuangkan cita-cita Partai
Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, dan
3.
Membangun etika dan budaya politik
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara
C.
FUNGSI
PARTAI POLITIK
Dalam praktek kekinian, setidaknya ada
empat fungsi partai politik, yaitu:
Pertama, partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Menghubungkan antara arus informasi dari pihak pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya darai masyarakat kepada pemerintah.
Pertama, partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Menghubungkan antara arus informasi dari pihak pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya darai masyarakat kepada pemerintah.
Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai
memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena
(kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat.
Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha
menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
Ketiga, partai politik sebagai sarana rekrutmen
politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif
dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Serta Seleksi dan pemilihan serta
pengankatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan
dalam system politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.
Keempat, partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di
tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya
untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan
pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
D. KLASIFIKASI PARTAI POLITIK
Dari model system kepartaian pada dasarnya yang dianut suatau Negara, kita
bisa memahaminya dengan membedakannya berdasarkan jumlah: system partai tunggal
(single party system) atau satu partai (one party system), dan system banyak
partai (multi party system).
Ø
Satu partai (One Party System)
Pada system partai tunggal, biasanya hanya satu partai yang diakui Negara.
Partai itu juga sering disebut partai Negara (state party) atau partai
pemerintahan. Kedudukan partai bersangkutan tanpa saingan partai lain, atau partai
berkedudukan dominant diantara partai lainnya.
Kehadiran partai yang beroposisi
dipandang sebagai pengkhianatan. Kalaupun dalam Negara yang menganut system ini
dilaksanakan pemilu, diasanya hanya sekedar untuk melegitimasikan kekuasaan
yang mapan (established). Pola semacam ini yang dapat kita lihat di Negara RRC,
dan dibeberapa Negara Afrika, serta contoh kasus yang terdahulu diterapkan
dinegara-negara bekas komunisme seperti Eropa Timur dan Uni Soviet.
Ø
Dua Partai (Two Party System)
Dalam system dua-partai atau dwi-partai dapat digambarkan adanya dua partai
yang berperan dominant dalam Negara. Kalaupun ada partai kecil lain, peran
dominant peran dominant tetap ditangan dua partai. Dalam system ini, satu pihak
ada partai yang berkuasa karena menang dalam pemilu, sedangkan dipihak lain
partai yang kalah pemilu menjadai oposisi. Partai oposisis umumnya berperan
sebagai utama partai yang brkuasa,namu peran oposisi bisa saja bertukar
tergantung paratai mana yang kalah atau menang pemilu.
Contoh praktek system dua partai misalnya dapat dilihat dalam kasus
sejumlah Negara, seperti inggris (partai konservativ dan partai buruh) dan
Amerika Serikat (partai republic dan partai democrat).
Ø
Multi Partai (Multy Party
System)
Dalam system dwi-partai, lazimnya maka terdapat dua partai yang saling
bertarung untuk dapat tampil sebagai pemenang pemilu. Biasanya, pemilu yang
dilaksanakan berdasarkan system dwi-partai ini menggunakan system pemilu,
dimana dalam setiap daerah pemilihannnya hanya satu wakil yang terpilih. Hanya partai
yang menang yang berhak punya wakil, sedang partai yang kalah tidak.
Sistem multi partai, merupakan system diaman lebih dari satu atau banyak
partai bersaing memperebutkan kekuasaan. System ini biasanya diperkuat dengan
system pemilu proposional, katena setiap partai dapat menarik keuntungan dari
ketentuan bahwa kelebihan suara yang didapatnya di suatu unit dapat ditarik ke
unit lainnya, untuk menggunakan jumlah suara yang diperlukan untuk memenangkan
satu kursi. Sebagai aturan main dalam system proposional umunya , setiap partai
punya kesempatan memperoleh jatah kursi di parlemen.
Ada Pendapat yang mengemukakan baik system dwi-partai maupun system multi
partai tidak cocok diterapkan di negara-negara berkembang , terutam disebabkan
system ini rentan di tengah lemahnya consensus rasional yang mungkin diciptak
an diantara actor-aktor politik kepartaian. Sistem multi-partai utamanya, mudah
menimbulakan fragmentasi dan konflok social politik. Apalagi jika Negara yang
di terapkan system ini berbentuk system parlementer dimana titik berat
kekuasaan pada partai-partai atau parlemen, maka resiko yang akan dihadapi
adalah ketidak stabilan pemerintahan yang disebabkan cabinet yang jatuh bangun.
Pendapat lain mengatakan justru sebaliknya, bahwa dalam suatu Negara dengan
ciri masyarakatnya yang majemuk, system multi partai, karena system ini lebih
mampu menyalurkan keanekaragaman social budaya dan politik seperti suku, ras,
kelas, agama, golongan, Profesi bahkan perbedaan kepentingan idiologi. Sisitem
multi partai ini ditemukan di banyak Negara dengan berbagai variasi yang khas
seperti Indonesia, Belanda, Prancis dan Swedia.
Untuk mengatasi kesemerawutan politik akibat penerapan system multi partai
akhirnya beberapa Negara berusaha mengubah system pemerintahannya, dari
parlementer ke presidensial, termasuk Indonesia sebagai contohnya. Hal ini yang
mendasari perubahan setelah Dekrit Presiden 5 juli 1959, ketika Presdien
Soekarno mengembalikan system presidensial untuk memperkuat kekuasaan
eksekutif, meskipun akhirnya Soekarno bertindak sebagaimana yang diatur dalam
konstiutsi UUD 1945 sendiri.
Sejarah Pemilihan Umum
Pemilihan
Umum (Pemilu) adalah proses
pemilihan orang - orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan
tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan,
sampai kepala desa. Pada konteks
yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan
seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi
rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam,
namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda
banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator
politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga
disebut konstituen, dan kepada
merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya
pada masa kampanye. Kampanye dilakukan
selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan
dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan
pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan
disosialisasikan ke para pemilih.
Dalam ilmu politik
dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar dua
prinsip pokok, yaitu :
a.
Single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil;
biasanya disebut Sistem Distrik)
b.
Multi member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil;
biasanya dinamakan Proportional Representation
atau Sistem Perwakilan Berimbang)
Sejarah Pemilihan Umum
1.
Masa
yunani dan romawi kuno
Sebenarnya
mengenai istilah kedaulatan rakyat sudah dijalankan pada masa Yunani Kuno
sekitar abad ke-IV sebelum masehi, dimana rakyat saat itu ikut melakukan
hak-hak politiknya dalam menjalankan pemerintahan. Pada saat itu dinamakan
Demokrasi yang berasal dari kata ‘demos’ yang berarti rakyat dan ‘cratein’ yang
berarti pemerintahan. Rakyat Yunani Kuno memilih sendiri secara langsung siapa
yang menjadi pemimpinnya, dan juga apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya.
Akan tetapi pelaksanaan kedaulatan rakyat secara langsung tersebut sudah tidak
dapat dilaksanakan lagi untuk saat ini. Pada masa itu di Yunani kuno cara
pelaksanaan kedaulatan rakyat seperti itu dapat dilakukan karena penduduknya
hanya berjumlah sedikit, dan wilayah Yunani hanya merupakan suatu Polis State
atau negara kota. Sebuah negara yang kita kenal saat ini lebih besar daripada
yang terdapat pada masa Yunani Kuno, baik dilihat dari wilayah maupun jumlah
penduduknya.
Kemudian
dilanjutkan pada masa Romawi Kuno, yang pada awalnya berbentuk negara Monarki
atau kerajaan dengan berbagai suku bangsa. Pemerintahan monarki ini didampingi
oleh suatu badan perwakilan yang anggota-anggotanya hanya terdiri dari kaum
Patricia (ningrat). Didalam sistem pemerintahan ini telah ada bibit-bibit
demokrasi. Kemudian sistemdemokrasi dilaksanakan dengan diusirnya rajaterakhir
dari takhta nya, dan terjadi pertentangan antara kaum Patricia (ningrat) dengan
kaum Plebeia (rakyat jelata), dimana pertentangan tersebut diselesaikan dalam
perundingan 12 meja. Dan kemudian pemerintahan saat itu dipegang oleh dua orang konsul bersama-sama
dengan Dewan pemerintah menjalankan pemerintahan dengan UU. Dengan demikian
Romawi Kuno telah mengalami perubahan dari negara Kerajaan menjadi Negara
Demokrasi, hanya dalam keadaan darurat misalnya peperangan kekuasaan dipusatkan
pada satu tangan yang dinamakan Diktator yang mempunyai kekuasaan yang besar
dan mutlak, akan tetapi ini hanya bersifat sementara. Setelah keadaan normal
kembali, pemerintahannya menggunakan sistem Demokrasi atau kedaulatan rakyat.
2.
Abad
ke XVII dan Abad ke XVIII
Kemudian pada abad ke XVII dasn
ke VIII, dengan munculnya kembali teori tentang hukum alam yang menggali
kembali ajaran yunani kuno dan romawi kuno, muncul pula lah ahli-ahli hukum dan
ketatanegaraan. Pada sekitar abad ini muncullah pemikir-pemikir besar yang
menentang kedaulatan Raja, misalnya Raja Frederik yang agung (1712-1786) yang
menentang ajaran Nicholo Machiavelli, kemudian John Locke (1632-1704) yang
menyatakan tentang adanya hak-hak alamiah manusia (yaitu hak atas hidup, hak
merdeka, dan hak atas milik) dan membatasi setiap kekuasaan apapun terdapat
manusia harus dibatasi oleh hak-hak alamiah ini. Untuk menjamin terlindunginya hak-hak alamiah ini, lalu manusia
mengadakan perjanjian masyarakat untuk membentuk masyarakat dan selanjutnya
negara. Masyarakat kemudian menunjuk seorang penguasa diberikan wewenang untuk
menjaga dan menjamin terlaksananya hak-hak alamiah tersebut. Dan dalam
menjalankan kekuasaannya, penguasa dibatasi oleh hak-hak alamiah tersebut.
Berbeda dengan pendapat Thomas Hobbes (1588-1679) yang
mengatakan kekuasaan penguasa itu bersifat mutlak. Menurut Thomas perjanjian
masyarakat sifatnya langsung, artinya orang-orang yang menyelenggarakan
perjanjian itu langsung menyerahkan atau melepaskan haknya atau kemerdekaannya
kepada raja, jadi tidak melalui masyarakat, raja berada diluar perjanjian itu,
dengan demikian raja tidak terikat oleh perjanjian, dan mempunyai kekuasaan
yang absolute. Perjanjian itu sendiri terjadi karena adanya rasa takut yang ada
pada tiap-tiap manusia.
Di Perancis, rakyat berusaha merubah Majelis
Permusyawaratan dengan suatu rapat nasional yang tuntutannya adalah harus
memberikan suatu konstitusi, yaitu suatu perjanjian masyarakat yang
diperbaharui yang sifatnya tertulis, diciptakan oleh seluruh warga Negara,
didalamnyaditentukan hak-hak dari para warga Negara atau hak asasi manusia.
Demikian pula di Negara-negara lain memroklamasikan kemerdekaan dan
kedaulatannya, membuat Undang-Undang Dasar dengan mencantumkan hak-hak asasi
manusia yang tidak boleh diganggu gugat dan dibatasi oleh Negara.
3. Abad Ke XIX
Sampai Saat ini
Pada abad ke XIX ini telah mulai terbentuk
partai-partai politik dan dianggap perlu untuk dapat bekerjanya badan-badan
perwakila yang mencerminkan kemauan rakyat yang sesungguhnya, atau representif
dari rakyat. Dan dengan keadaan tersebut berkembanglah demokrasi modern, hingga
saat ini. Di banyak Negara di dunia saat ini, di dalam konstitusinya tertulis
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti dengan bahwa Negara
tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Menganut asas kedaulatan rakyat
berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kehendak rakyat. Prinsip
dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi.
Meskipun elemen-elemen dari demokrasi langsung dapat
ditemui bahkan pada beberapa Negara demokrasi besar, demokrasi biasanya adalah
perwakilan demokrasi, pemerintah yang dipilih secara bebas mewakili rakyat.
Demokrasi kemungkinan didefinisikan tidak hanya seperti pemerintahan oleh
rakyat tetapi juga, dalam formulasi yang terkenal dari Abraham Lincoln, adalah
pemerintah untuk rakyat bahwa demokrasi sesuai dengan pilihan rakyat.
Robert Dahl menunjukkan, demokrasi responsive yang
layak dapat terjadi jika paling sedikitnya terdapat jaminan terhadapdelapan
institusi :
1. Kebebasan untuk membuat dan bergabung dalam organisasi
2. Kebebasan untuk berekspresi
3. Hak untuk memilih
4. Sifat memenuhi syarat untuk jabatan pemerintahan
5. Hak terhadap pemimpin-pemimpin politik untuk bersaing
untuk pendukung dan suara
6. Sumber-sumber alternative terhadap informasi
7. Pemilihan umum yang bebas dan jujur
8. Institusi-institusi untuk pembuatan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang tergantung pada suara pemilih dan
pernyataan-pernyataa pilihan yang lain.
Dengan
demikian jelas bahwa pemilihan umum merupakan salah satu unsur terpenting dalam
suatu Negara demokrasi. Pelaksanaan kedaulatan rakyat dilakukan dengan
menjalankan pemilihan umum. Rakyat dapat memberikan suara politiknya dengan
ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih wakil-wakilnya yang akan memimpin
negaranya dan juga menyuarakan kepentingannya.
Dalam
pemilihan umum yang dilakukan oleh beberapa Negara saat ini, partai politik
merupakan wadah organisasi yang penting untuk menyalurkan aspirasi politik seorang
warga Negara. Partai politik merupakan suaut wadah yang secara konstitusional
diakui dibanyak Negara-negara saat ini sebagai organisasi yang mewakili dan
menjadi penghubung antara pemerintah dan rakyatnya.
Selasa, 08 Mei 2012
Peranan Media Massa dalam Politik
Peranan Media Massa dalam Politik
Dunia politik juga ditandai
dengan keterlibatan media dalam hiruk-pikuk berpolitik. Media dalam hal ini
diartikan secara luas, yaitu segala sarana yang terkait dengan penyampaian
pesan, baik yang bersifat riil maupun simbolik, dari institusi politik kepada
masyarakat yang lebih luas. Media dalam hal ini dapat berupa TV radio, majalah,
dan koran. Digunakannya media massa sebagai instrumen untuk mengkomunikasikan
ide, pesan, dan program kerja politik adalah karena kenyataan bahwa media dapat
dipakai untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dengan biaya orang yang
relatif sangat murah.
Keefektifan media massa
dalam menyampaikan pesan politik telah menjadikannya sebagai ajang baru
pertempuran politik. Dengan dicanangkannya deklarasi bahwa abad ini adalah Abad
Informasi membuat siapa pun yang memiliki akses kepada media massa memiliki
kemampuan untuk mengai'ahkan dan membentuk opini publik sesuai dengan yang
diharapkannya. Perang media merupakan suatu keniscayaan den-an adanya kemajuan
teknologi. Konsekuensi logisnya, dunia politik tidak dapat dipisahkan dari
media massa. Persaingan pun muncul untuk mencari aliansi. dengan suatu media
massa guna menjamin lancarnya pesan politik yang ingin disampaikan.
- Media dan opini publik
Dengan kemampuannya untuk
menjangkau massa dalam jumlah yang cukup besar, informasi dari media massa akan
dapat menembus populasi yang besar pula. Sementara ini penelitian dalam komunikasi,
psikologi, dan sosiologi menyatakan bahwa, cara pandang manusia akan sangat
ditentukan oleh jenis dan volume informasi yang mereka terima adalah bahwa
kita dapat informasi yang mereka terima. Implisit dari penelitian-penelitian
ini adalah bahwa kita dapat membentuk opini publik melalui informasi yang kita
berikan. Ketika kekuatan politik ingin mendiskreditkan image politik lawan,
yang perlu dilakukan sudah cukup dengan membanjiri informasi di media massa
dengan hal-hal buruk yang dilakukan lawan politik. Begitu juga sebaliknya,
ketika ingin membentuk image positif dari publik, cukup dengan membanjiri media
massa dengan hal-hal positif dari suatu partai atau kandidat.
Sebuah kasus perbuatan mesum
seorang anggota DPR beberapa waktu yang lalu tidak akan menjadi berita yang
begitu ramai dibicarakan kalau kita tidak hidup di era kebebasan pers dan
media. Sulit sekali untuk menyembunyikan kebobrokan perilaku dewasa ini.
Informasi dan berita tidak mengenakkan akan dapat dengan mudah tersebar melalui
SMS, internet, dan bentuk-bentuk pemberitaan lainnya. Di mana pemberitaan
media massa ini sangatlah efektif dalam membentuk opini publik akan suatu hal.
Sehingga media massa memainkan peran yang sangat penting dalam berpolitik
dewasa ini. Peningkatan posisi tawar-menawar akan sangat tergantung kepada
seberapa besar kita dapat memengaruhi opini publik untuk dapat berpihak kepada
kita.
Memang, pada kenyataannya,
hubungan itu tidak akan sesederhana dan selinier ini. Terdapat banyak sekali
gangguan (noise) yang dapat menjauhkan dari tujuan semula. Beberapa gangguan
dapat disebabkan oleh usaha yang dilakukan partai/calon untuk mengklarifikasi
informasi, menyatakan image positifnya, dan menolak tuduhan yang diberikan
lawan politik. Selain itu juga terdapat bias persepsi dari setiap individu.
Informasi yang diberikan tidak selalu diartikan sama seperti yang dimaksudkan
oleh si pengirim informasi. Gangguan juga dapat berasal dari media itu sendiri,
di mana informasi yang diberikan oleh `sender' bisa diartikan berbeda oleh
jurnalis yang meliput.
- Media dan kekuasaan politik
Kemampuan untuk membentuk
opini publik ini membuat media massa memiliki kekuasaan politik. Paling tidak,
media memiliki kekuasaan untuk membawa pesan politik dan membentuk opini
publik. Kemampuan ini dapat dijadikan sumber bagi media massa untuk proses
tawar-menawar dengan institusi politik. Kesulitan untuk bernegosiasi dengan
media massa seringkali terjadi karena ideologi politik tertentu memiliki media
sendiri, Tidak jarang juga media massa mengambil sikap independen clan
menjadi'kekuatan politik penyeimbang dari kekuatan politik. Dalam hal ini,
media massa menjadi kekuatan kritis clan alternatif.
Karena itu, tidak
mengherankan kalau kemunculan media massa di Indonesia juga tidak dapat
dijelaskan oleh rasianalitas ekonomis saja. Hal ini juga terkait erat den-an
keinginan untuk berkuasa. Ide, gagasan, dan isu politik akan dapat den-an
muclah ditransfer dan dikomunikasikan melalui media massa. Hal ini membuat
kekuasaan politik tidak hanya ada di tangan partai politik, tetapi juga siapa
pun yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan publik.
Kenyataan tentang pentingnya
media massa bagi partai politik rupanya telah lama disadari. Bahkan koran Kompas
yang saat ini bersikap independen, kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari
eksistensi Partai Katolik. Harian paling besar di Indonesia dan saat ini
bisnisnya telah meraksasa sehingga memasuki banyak bidang ini digagas oleh para
tokoh Partai Katolik. Pada saat ini niscaya Kompas memiliki posisi runding yang
kuat dalam bidang politik Tentu saja tidak berarti bahwa para pemimpinnya lalu
menjadi tokoh politik yang kuat, tapi suaranya niscaya didengarkan atau
`dibungkam'-seperti pada masa Orde Baru-oleh para penguasa, politik. Sebagai
koran, Kompas telah `melahirkan' banyak tokoh berbagai bidang, termasuk
politik.
Demikian pula yang terjadi
dengan koran Republika. Koran ini didirikan oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia). Terlepas keterkaitan antara ICMI dengan Golkar pada masa
didirikannya Republika, koran ini mengangkut suatu ideologi tertentu,
setidak-tidaknya ideologi dari suatu kelompok Muslim. Sinar Harapan pada
awalnya dikenal sebagai korannya orang Kristen. Ketika dibredel pada masa Orde
Baru, koran ini berganti nama menjadi Suara Pembaruan. Setelah era reformasi,
salah satu kelompok di koran ini membentuk kembali Sinar Harapan, sehingga
sekarang ini ada dua koran yang sebetulnya satu itu. Salah satu koran besar di
Indonesia, Media Indonesia-yang satu kelompok perusahaan dengan Metro TV-bisa
dikatakan koran yang independen. Tetapi, pemilik koran ini, Surya Paloh adalah
salah satu mantan petinggi Golkar yang sekarang mendirikan Partai Nasional
Demokrat. Tidaklah mudah untuk menjaga independensi antara pemilik stasiun TV
dengan menjabat sebagai salah satu ketua partai politik. Hal ini ditunjukkan
bagaimana Metro TV yang secara penuh menyiarkan jalannya pertemuan antara PDI-P
dan Golkar yang terjadi di Medan dan Palembang.
- Media dan bias Persepsi
Informasi yang disampaikan
dalam media tidak selamanya objektif atau apa adanya. Seringkali terdapat bias
informasi. Beberapa sumber bias informasi dapat terjadi baik dari sisi media
maupun Masyarakat. Media adalah salah satu sumber bias informasi. Media sebagai
identitas terdiri dari beberapa unit seperti jurnalis editor. Jurnalis
seringkali menginterpretasikan secara berbeda informasi yang diterima dari
sumber informasi. Interpretasi jurnalis mpunyai peran yang lebih besar
ketimbang informasi dari sumber yang ditulis dan dipublikasikannya. Hal ini
membuat pemberitaan bisa melenceng (umpamanya dipolitisasi, diplesetkan) apa
yang sesungguhnya terjadi atau dikatakan. Informasi yang diterima dari sumber
begitu beragam, dan kalau sumbernya lebih dari satu, bisa jadi informasi yang
muncul menjadi beragam dan terkadang kontradiktif satu dengan yang lain.
Pemilihan informasi mana yang akan dipublikasikan akan sangat tergantung pada nilai,
paham, ideologi, dan sistem moral yang dianut oleh media dan editor.
Bias persepsi juga dapat
terjadi dari sisi masyarakat. Dalam diri setiap individu terdapat kerangka
acuan (frame of reference) yang akan
menentukan cara mereka dalam berpikir dan bersikap terhadap suatu hal. Biasanya
hal ini dapat bersumber dari latar belakang pendidikan, ekonomi, pekerjaan,
suku, dan keluarga yang ikut membentuk cara berpikir mereka. Karenanya informasi
yang sama dapat diartikan berbeda oleh setiap individu Akibat berikutnya,
informasi yang diberitakan oleh media massa akan diterjemahkan dan disikapi
dengan cara beragam pula. Hal ini juga dapat semakin menjauhkan jarak informasi
yang sebenarnya dengan interpretasi yang dibangun dalam masyarakat.
- Media dan Komunikasi Politik
Arti penting media massa
dalam menyampaikan pesan politik kepada masyarakat menempatkannya sebagai
sesuatu yang penting dalam interaksi politik. Partai politik membutuhkan media
yang memfasilitasi komunikasi politik. Dengan kemampuannya dalam menyebarkan
informasi secara luas membuat pesan politik disalurkan melalui media massa.
Apalagi utama, dari komunikasi pesan, program kerja partai, pencitraan adalah
pembentukan opini publik. Semakin besar massa yang dapat disentuh oleh media
massa, semakin strategis arti media massa tersebut.
Partai politik jelas sangat
membutuhkan media massa. Melalui merekalah pesan politik akan disalurkan.
Secara implisit hal ini menganjurkan bahwa politik sebaiknya membangun hubungan
jangka panjang dengan media massa. Antara keduanya terdapat hubungan yang
saling membutuhkan. Media massa membutuhkan sumber informasi-dan barangkali
juga sumber dana--sementara partai politik membutuhkan media yang dapat
membantu mereka dalam menyampaikan pesan politiknya. Bermusuhan dengan media
massa adalah hal yang paling tragis, karena partai politik akan kehilangan
mitra strategis yang dapat membantu mereka dalam komunikasi politik.
- Media sebagai medan pertempuran
Arti penting media massa
dalam komunikasi politik membuat medan pertempuran dan persaingan politik untuk
membentuk opini publik terfokus pada media. Masing-masing partai politik akan
berusaha tampil dan diliput oleh media massa. Setiap aktivitas partai pasti
akan melibatkan media massa. Hal ini dilakukan agar aktivitas mereka dapat
disaksikan dan dimengerti oleh masyarakat luas. Masing-masing partai politik
akan berusaha mendekati media massa tertentu yang memiliki jangkauan luas dalam
masyarakat.
Wilayah pertempuran politik
tidak hanya terjadi dari image-mage politik yang ditampilkan, tetapi juga
lobi-lobi politik dengan media massa. Tentunya hal ini juga mesti diperhatikan
oleh media massa. Keberpihakan mereka terhadap suatu partai politik bisa
menguntungkan dan merugikan image di mata masyarakat. nguntungkan, karena
masyarakat dapat dengan mudah mengidentifikasi ideologi yang dikeluarkan oleh
media massa tersebut. Merugikan karena hal ini bisa mengurangi pangsa pasar
eka. Sementara itu, media massa juga dapat bersikap netral. Dalam
aliran ini, mereka menerima dan mempublikasikan siapa yang dianggap layak
dipublikasikan.
Dana Perimbangan dan Dana Bagi Hasil
DANA PERIMBANGAN
Dana Perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah Daerah dalm mencapai tujuan pemberian otonomi kepada Daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Dana perimbangan terdiri dari :
a. Dana Bagi Hasil.
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
Dana Bagi Hasil adalah bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam. Merupakan alokasi yang dasarnya memperhatikan potensi Daerah penghasilan.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan antar Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentrlisasi. Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatiakan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah maju bdan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus Daerah.
DANA BAGI HASIL
DANA BAGI HASIL
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) memiliki 2 (dua) prinsip yaitu:
1. By Origin yaitu daerah penghasil akan mendapatkan porsi DBH SDA lebih besar daripada daerah lain dalam satu provinsi yang mendapatkan pemerataan dengan porsi tertentu.
2. Realisasi yaitu penyaluran DBH SDA dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan negaranya.
Berdasarkan PP 55 Tahun 2005, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terdiri dari :
1.DBH SDA Perikanan
2.DBH SDA Kehutanan
3.DBH SDA Pertambangan Umum
4.DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi
5.DBH SDA Pertambangan Gas Bumi
6.DBH SDA Pertambangan Panas Bumi
Di dalam UU No.32 Tahun 2004 pasal 15,diatur hubungan dlam bidang keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,yang meliputi :
1. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah;
2. Pengalokasian dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah; dan
3. Pemberian pinjaman dan atau hibah kepada Pemerintah Daerah
Hubungan dalam bidang keuangan antar Pemerintah daerah meliputi
a. Bagi hasil pajak dan non pajak antara Pemerintahan daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah Kabupaten atau Kota
b. Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
c. Pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah dan
d. Pinjaman dan/ hibah antar Pemerintah an Daerah.
Langganan:
Postingan (Atom)